Dunia hukum tanah air kehilangan sosok penegak hukum yang dikenal memiliki integritas tinggi, Artidjo Alkostar. Artidjo Alkostar yang menjabat Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meninggal dunia, Minggu (28/2/2021) siang. Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) ini meninggal dunia di kamar apartemennya.
Ia meninggal dalam usia 70 tahun akibat sakit yang diderita. "Penyakitnya sejak lama beliau mempunyai komplikasi ginjal, jantung, dan paru paru. Tapi bukan Covid 19," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, usai mengunjungi tempat tinggal Artidjo di Apartemen Springhill Terace, Jakarta Utara, Minggu (28/2/2021) sore. Menurut Mahfud MD, Artidjo meninggal di kamar apartemennya karena dokter memang tidak merekomendasikan Artidjo untuk dirawat.
"Karena dokter merekomendasi tidak (dirawat) di rumah sakit. Jadi beliau sakit memang itu. Penyakit orang tua lah ya, ginjal, jantung, komplikasi. Dokter tidak memberi perintah untuk protokol khusus atau apa," katanya. Sempat dikabarkan bakal dimakamkan di kampung halamannya di Situbondo, Jawa Timur, jenazah Artidjo akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kompleks Pemakaman UII, Kampus Terpadu Universitas Indonesia (UII), Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman Yogyakarta, Senin (1/3/2021). Sebelum dimakamkan, jenazah Artidjo Alkostar disemayamkan di Auditorium Prof Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII.
“Prosesi pemakaman oleh Pihak Rektorat UII direncanakan pada pukul 10.00 WIB. Sebelumnya akan disalatkan di Masjid Ulil Albab UII,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam melalui tertulis, Senin (1/3/2021). Semasa aktif sebagai hakim Agung maupun setelah bertugas di Dewas KPK, Artidjo dikenal sebagai pribadi sederhana. Kesederhanaan Artidjo juga tergambar dari laporan harta kekayaaanya sebagai penyelenggara negara (LHKPN).
Dalam LHKPN terakhir sebelum ia pensiun sebagai Hakim Agung pada 2017, Artidjo Alkostar hanya memiliki total harta kekayaan mencapai Rp 181.996.576. Padahal ia telah bekerja selama 18 tahun di MA. Harta Artidjo hanya terdiri dari dua bidang tanah di Sleman, 1 sepeda motor, 1 mobil, harta bergerak lain, serta kas, dan setara kas.
Artidjo hanya memiliki dua kendaraan, yakni satu sepeda motor merek Honda Astrea dan Mobil merek Chevrolet. Sepeda motor itu yakni Honda Astrea keluaran tahun 1978 seharga Rp 1.000.000. Sementara mobilnya yakni mobil Chevrolet Minibus tahun 2004 seharga Rp 40.000.000.
1. Tanah Seluas 197 m2 di SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 36.960.000 2. Tanah Seluas 274 m2 di SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 40.000.000 1. MOTOR, HONDA ASTREA SEPEDA MOTOR Tahun 1978, HASIL SENDIRI Rp. 1.000.000
2. MOBIL, CHEVROLET MINIBUS Tahun 2004, HASIL SENDIRI Rp. 40.000.000 Sub Total Rp. 181.996.576 Artidjo Alkostar diketahui lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948.
Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Setelah lulus SMA, Artidjo Alkostar masuk Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Selama menjadi mahasiswa, Artidjo Alkostar aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta menjadi Dewan Mahasiswa.
Ia pun berhasil menyandang gelar sarjana hukum pada 1976. Setelah lulus kuliah, Artidjo Alkostar mengabdi menjadi pengajar di almamaternya, FH UII. Selama mengajar di FH UII, Artidjo mengisi mata kuliah Hukum Acara Pidana dan Etika Profesi, serta mata kuliah HAM untuk mahasiswa S2.
Selain itu, Artidjo Alkostar juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Pada 1983 Artidjo Alkostar pernah mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan. Di saat yang sama, Artidjo Alkostar juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Pada 1981 hingga 1983, Artidjo Alkostar menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur LBH Yogyakarta. Setelah itu, Artidjo Alkostar diangkat menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983 1989. Setelah pulang dari Amerika Serikat, Artidjo Alkostar kemudian mendirikan kantor pengacara yang dinamakan Artidjo Alkostar and Associates hingga tahun 2000.
Selama menjadi advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992), dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin). Pada 2000, Artidjo Alkostar terpaksa harus menutup kantor hukumnya tersebut karena dirinya terpilih sebagai Hakim Agung. Sepanjang menjadi hakim agung, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan berkas di MA sebanyak 19.708 perkara.
Bila dirata rata selama 18 tahun, Artidjo menyelesaikan 1.095 perkara setiap tahun. Artidjo Alkostar juga dikenal tegas dalam memutus hukuman. Artidjo beberapa kali memperberat hukuman koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.
Di antaranya adalah mantan Ketua MK Akil Mochtar, Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh hingga Anas Urbaningrum. Setelah pensiun dari MA, Artidjo dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Dewan Pengawas KPK. Ia resmi dilantik sebagai Dewas KPK pada 20 Desember 2019.